Jumat, 27 Juli 2018

Gereja Yang Mempersatukan

Kisah Para Rasul 2 : 1 - 13

Pendahuluan
"Bukankah mereka semua orang Galilea? Bagaimana mungkin kita masing masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita, tentang perbuatan perbuatan besar yang dilakukan Allah" (Kis 2 : 1 - 13).
Kalimat ini merupakan cuplikan dari peristiwa Pentakosta yang berisi kekaguman banyak orang dari banyak bahasa, namun mengerti bahasa rasul, dalam bahasa mereka sendiri. Ya, peristiwa Pentakosta dalam konteks ini, memang menjadi momentum penting bagi gereja Tuhan di muka bumi.

1. Tujuan Pendirian Gereja
Peresmian pendirian gereja Tuhan oleh Roh Kudus adalah sungguh luar biasa. Hal ini menjadi catatan penting bagi gereja, bahwa kehadiran gereja haruslah dapat dimengerti/memberikan dampak. Fakta ini sangat kontras dengan realita Babel (Kej 11:4-9), dimana usaha manusia membangun "gereja" (dengan membangun menara), hanya menghasilkan perpecahan (bahasa yang kacau balau). Gereja Babel, hanyalah gereja bermenara tapi memecah belah. Sementara, Pentakosta adalah gereja tanpa menara namun mempersatukan.

2. Hakekat Gereja
Gereja yang sejati bukan sekedar menaranya, apalagi sekedar arogansi denominasinya, yang selalu menuai perpecahan. Gereja gereja sejati, adalah manusianya, yang takut akan Tuhan dan merupakan agen pembaharuan dan persatuan tubuh Kristus. Ribuan dalih tersedia, jutaan argumentasi dilemparkan dalam perdebatan kepentingan denominasi, tetapi kasih tak kunjung muncul ke permukaan untuk membangun pengertian anggota tubuh Kristus, mencari persamaan dan mencairkan perbedaan yang tidak esensial. Gereja yang benar harus berani tunduk pada pesan Alkitab secara utuh, bukan Alkitab menurut "Pemahamanku"
           "Pertikaian aneh" ini membuat umat semakin tidak mengerti hakekat gereja. Disini bilang begini yang benar, sementara disana bilang bukan (inilah akibat "Pemerkosaan" Alkitab). Andaikata semua umat memahami Alkitab seperti apa yang dikatakan Alktab, alangkah dekatnya persatuan itu (maklum, Alkitab toh memang cuma satu, penafsirannya yang banyak). Bahasa gereja harus dimengerti orang banyak. Dan bahasa itu bukan sekedar bahasa bumi atau planet, melainkan bahasa kasih. Bahasa kasih sangat dimengerti oleh manusia di permukaan bumi iini.

Penutup
Kisah Pentakosta, kiranya mengingatkan kita untuk rendah hati dalam memahami perbedaan tanpa terjebak pada pertikaian. Membangun kebersamaan untuk saling membangun bukan saling menggembosi seperti kebiasaan para politikus yang haus kekuasaan. Namun, ini bukan berarti kita mengabaikan ketajaman pisau bedah(Firman Tuhan yang bagaikan pedang bermata dua), untuk membedah kesalahan dan kesesatan, dimana saat ini semakin dekatnya waktu kedatangan Yesus yang kedua kali. Gereja yang mempersatukan tubuh Kristus, harus terjadi.
Para pemimpin gereja yang hanya menabur dan menuai pertikaian, harus berani mengoreksi diri, bukannya mencari pembenaran diri. Sementara umat dituntut untuk mawas diri dan tidak hanyut dalam pertikaian yang tidak bertepi.
Tuhan selalu memberkati kepada siapa saja yang masih bersandar kepadaNya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukan agar semakin hari bisa menyajikan lebih baik dan lebih bermanfaat