Kamis, 21 Mei 2020

Kesadaran

                        Dunia hari-hari ini terasa semakin hari semakin dekat dengan ketiadaan, karena semakin hari harga sebuah kehidupan semakin tiada harga. Penyebab dari semuanya ini bukanlah karena kemerosotan alam yang kita hidupi, akan tetapi disebabkan oleh keangkuhan setiap penghuni dunia ini. Banyak pernyataan dan kenyataan yang sudah menutupi pandangan dan pemahaman kita sebagai kodrat manusia. Terkadang apa yang dilakukan menurut diri sendiri untuk kebaikan dan pemenuhan karya Tuhan, namun kenyataan sesungguhnya hanya demi kebaikan diri sendiri, ketenaran diri sendiri, kepentingan diri sendiri, rasanya memang tidak mudah melakukan kebaikan yang tanpa pamrih. Apalagi seperti saat ini, dengan kenyataan yang ada, pada situasi pandemi, perjalanan hidup dibuat tidak pasti, alur yang sudah tertata menjadi berantakan, kehidupan yang digadang gadang dan menjadi harapan besar, musnah dengan hal yang tidak terduga. Kebiasaan yang dibangun oleh manusia agar semuanya terlihat luar biasa baik, berubah total menjadi berbalik tegak lurus. Apalagi komunitas yang mengatasnamakan keyakinan, dengan pemahaman yang mereka bangun untuk mendiskriditkan yang lain, untuk merendahkan yang lain bahkan untuk memberangus kebebasan yang lain, apakah masih perlu dipertahankan dalam membangun hubungan antar sesama ciptaan? Yang perlu dibangun dalam kehidupan didunia ini adalah kebersamaan bukan persamaan, namun dalam kenyataan hidup, kita lebih bangga dengan persamaan bukan kebersamaan. Kalau tidak sama berarti berbeda, kalau berbeda dianggap lawan, dan ketika sudah dianggap lawan apapun cara bahkan bisa dikatakan sebagai bermacam cara dilakukan untuk menjatuhkan lawannya itu. Ketika kebersamaan itu semakin hilang maka kepentingan kepentingan pribadi yang menjadi lebih dominan menguasai kehidupan kita. Ketaatan semakin tipis kesadaran semakin musnah dan egoisme menjadi merajalela. Peringatan peringatan yang semuanya demi kebaikan bersama menjadi terabaikan karena hawa nafsu yang terpupuk, oleh karena itu keangkuhan tumbuh semakin subur dalam diri setiap manusia. Kita bisa melihat saat ini dalam situasi pandemi, peringatan dari yang berkompeten dianggapnya sebagai penghalang, bahkan dilanggar karena yang mengingatkan adalah sesama manusia bukan Tuhan, sehingga sulit untuk dimengerti dan diterima, kenapa? Karena sudah tertutup oleh tradisi tradisi kebebasan dan gawe sak karepe dewe.
                Pada situasi seperti saat ini kita diingatkan Oleh Sang Pencipta melalui proses ini, agar kita menyadari betapa penting sebuah kebersamaan tidak memandang siapa mereka, baik yang menganggap kawan maupun lawan, maka membangun komunitas yang baru menurut manusia akhir jaman ini perlu dilakukan. Kembali kepada Kodrat Alam yang Tuhan Ciptakan adalah hal yang harus dilaksanakan. Sang Penguasa Alam Semesta menciptakan Dunia ini berangkat dari keberbedaan yang Ia bangun supaya semuanya menjadi "Prayoga linuwih" menjadi lebih baik. Kami dapat sampaikan bahwa kodrat kita adalah berbeda sejak awal penciptaan. Siang dengan malam, Bumi dengan cakrawala, daratan dengan lautan, Binatang darat dengan Binatang laut, Tumbuh tumbuhan, puncaknya adalah penciptaan manusia, manusia diciptakan terdiri dari laki laki dan perempuan. Berangkat dari sinilah maka pola dan cara berfikir setiap manusia tidak akan pernah sama, namun satu sama lain saling melengkapi. 
                  Ada beberapa hal yang perlu kita pahami sebagai dasar untuk melihat dan memahami dimana posisi serta tanggung jawab kita sebagai manusia dalam memaknai tentang kesadaran. Pertama, Kesadaran sebagai umat Tuhan, Manusia diciptakan oleh Allah serupa dengan gambarNya supaya manusia dapat meneladani sifat sifat Allah didalam dirinya, mengasihi, melindungi, melakukan kebaikan dalam setiap perbuatan, memperhatikan satu dengan yang lain, bukan menghancurkan satu terhadap yang lain sehingga kita dapat melakukan hukum kasih dengan benar yaitu mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri (sudahkah kita melakukannya). Mengapa demikian, karena hanya Omong kosong saja jika mengatakan aku mengasihi Tuhan dengan segenap hati (apakah kita sudah mengasihi dengan segenap hati kalau masih terselip alasan alasan untuk menghindarinya), dengan segenap jiwa (apakah pola berfikir kita sudah mengarah kepada pemahaman yang diberikan oleh Tuhan dalam hidup kita), dan dengan segenap akal budi(apakah kita melakukan kasih sudah menggunakan nalar kita, maka disini bisa dicontohkan ketika seorang anak tidak menurut kepada orang tuanya dalam hal ini Bapanya, bagaimana perasaan sang bapa?) Maka mengasihi  Allah itu menggunakan nalar tidak menurut pemahamanku, akan tetapi menurut pemahaman yang Tuhan berikan. KeduaKesadaran sebagai bagian dari Bangsa, sebagai bagian dari bangsa hendaknya kita juga paham siapa diri kita dan dimana posisi kita. Sebagai pemimpin kita harus bisa menjadi pemimpin yang bisa mendampingi, menuntun, melindungi, mengayomi bahkan mengarahkan kepada hal hal yang seturut dengan kehendak Tuhan. Sebagai warga masyarakat hendaknya kita juga patuh kepada pimpinan dan aturan aturan yang berlaku di negeri ini, sehingga kita tidak bertentangan dengan pemerintah. Bukankah bangsa dan negara ini boleh berdiri juga karena kehendak dan rencana Tuhan, begitu juga para pemimpin juga dipilih oleh Tuhan melalui masyarakat, sehingga sudah sewajarnya kita tunduk kepada peraturan peraturan yang ada, karena peraturan dibuat semua untuk kebaikan supaya proses kehidupan bermasyarakat menjadi lebih baik. Namun yang sering terjadi kita sering  melanggar  peraturan  untuk kepentingan pribadi, bahkan tidak jarang mencari celah aturan tersebut untuk pemuas nafsu keduniawian kita.
              Ada Pepatah Jawa Suro Diro Jaya ningrat lebur dening pangastuti (Keserakahan, keangkuhan, kesombongan, arogansi, sewenang wenang akan hancur oleh kebaikan) hal ini akan terus berlaku selama dunia masih ada. Hukum sebab akibat juga masih turut menghiasi perjalanan kehidupan manusia, sehingga disinilah kita diperhadapkan akan sebuah kesadaran, yang semuanya akan membawa kepada kebaikan bersama. Maka kewaspadaan dalam membaca hidup, situasi dan kondisi hendaknya menjadi prioritas kita, sehingga tanggung jawab sebagai manusia dapat kita lakukan, maka mari kita berpedoman pada :
SD          = Sadar Diri (siapa kita)
SMP        = Sadar Mengenai Posisi (dimana kita)
SMA       = Sadar Mengenai Akibat (apa resiko yang akan kita tanggung)
Sehingga hidup kita semakin hari menjadi semakin bermakna bagi diri sendiri, keluarga, lingkungan terdekat (kampung atau dalam persekutuan), bahkan dalam bermasyarakat dan bernegara. Menjadi Umat yang terpilih adalah harapan bagi setiap manusia, dengan kesadaran yang tinggi siapa sesungguhnya kita, inilah yang menuntun kita kepada kehendak dan rencanaNya untuk apa kita diciptakan, jangan hanya menjadi isen-isene ndonya namun Jadilah Manusia yang berguna bagi diri sendiri, lingkungan bangsa dan negara terlebih lagi berguna bagi kemuliaan Tuhan dan karya Tuhan menjadi lebih nyata didalam kehidupan kita.