Kamis, 09 April 2020

MAWAS DIRI

Hari ini adalah hari hari dimana menjelang peringatan Jum’at Agung dan tiga hari berikutnya adalah hari raya Paskah. Berbicara tentang kematian dan  kebangkitan mungkin kita juga tidak lupa juga dengan kelahiran yang biasa kita peringati dengan Natal. Inilah sebenarnya yang akan terjadi bagi setiap orang yang percaya dan bersandar kepadaNya, Tuhan Yesus sudah memberikan contoh perjalanan hidup sebagai manusia. Dalam perjalanan hidup tidaklah mulus mulus saja bahkan hambatan dan rintangan selalu ada, bahkan hal ini merupakan tantangan yang perlu dan harus dihadapi. Dia sudah memberikan teladan yang begitu luar biasa, hambatan rintangan bahkan kesengsaraan Dia hadapi dengan ketegaran, cobaan dialamiNya, siksaan Dia rasakan, penderitaan diterimaNya, kematian dihadapiNya dengan penuh kesadaran dan penyerahan. Inilah sesungguhnya sebuah perjalanan hidup setiap manusia yang mau tidak mau, suka tidak suka harus kita lalui.
Sebelum kita menatap kedepan, dan melihat masa depan kita masing masing dalam hal kehidupan maupun dalam hal keimanan, ada baiknya kita meneliti sebentar kehidupan kita yang sudah kita lewati bersama sama. Apakah ketika ada permasalahan, hambatan bahkan rintangan kita menghadapi dengan semboyan “ rawe rawe rantas, malang malang putung” artinya tidak peduli seberapa besar dan seberapa berat resiko yang akan ditanggung maka hambatan rintangan harus selalu dihadapi? Atau,  malah sebaliknya justru malah golek slamete lan golek untunge dewe? Kepedulian simpati bahkan empati sangat jauh dari hidup kita bahkan tak pernah masuk dalam kesadaran kita. Dalam kehidupan, yang dicari hanyalah keuntungan diri sendiri tidak memperdulikan orang lain, sing penting aku enak, sing penting aku kepenak. Dalam hal keimanan, dalam hal pelayanan bahkan dalam persekutuan, pemahaman pemahaman seperti ini sering membuat diri kita semakin jauh dari sang Pencipta alam semesta. Sebagai warga jemaat maunya selalu dilayani tidak mau ambil bagian dalam melayani sesama, sebagai pelayan kita justru sering merasa jabatan sebagai pelayan merupakan sebuah prestige (gengsi) yang patut dipertahankan dan dibanggakan tanpa mau berbuat yang semestinya sebagai seorang pelayan. Justru malah yang terjadi, kita sering minta dilayani dari pada melayani, menghakimi dari pada mendampingi, membiarkan dari pada merengkuh yang pada akhirnya sebutan pelayan hanyalah sebuah jabatan yang tiada arti. Sebagai pengikut Yesus yang disebut Kristus, sudah selayaknya kita mengikuti apa yang sudah diajarkan oleh SOKO GURU kita, bagaimana kita membangun sebuah relasi baik dengan manusia maupun dengan Tuhan Sang Pencipta semesta, melakukan tugas dan tanggung jawab kita terhadap apa yang kita lakukan dan yang sudah dilimpahkan kepada kita, baik secara pribadi maupun dalam persekutuan bahkan sebagai bagian dari bangsa ini. Apakah yang sudah kita lakukan sampai saat ini sudah menyukakan hati Tuhan atau malah sebaliknya  mendukakan hatiNya. Kita sudah ditebus oleh darahNya yang kudus (melalui peristiwa penyaliban), maka hiduplah sebagai manusia yang sudah ditebus karena kita sudah mengambil pilihan mengikut Dia, maka apapun resikonya kita harus siap, sebagai orang yang sudah diselamatkan hendaknya hidup sebagai orang yang telah selamat, karena keselamatan yang sesungguhnya terjadi dua arah, bukan searah, “Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu : Tuhan, Tuhan! Akan masuk kedalam kerajaan sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga”(Mat 7:22). Sebagai orang yang beriman kadang kita tidak menyadari semuanya ini, bahkan ada beberapa orang yang beranggapan bahwa ke gereja satu bulan cukup satu kali, melakukan kegiatan pelayanan hanyalah pekerjaan sampingan, karena gereja tidak memberikan keuntungan, maka akibatnya ketika melakukan sesuatu untuk gereja untuk persekutuan yang terlintas dalam benaknya adalah aku engko oleh pira, aku engko oleh apa sehingga berkat yang selalu dilimpahkan dan dinikmati setiap hari dianggapnya hanyalah sebuah rutinitas tidak dianggap sebagai berkat juga sebagai mujizat, dan seterusnya dan sebagainya.
Maka dengan menghayati perjalanan hidup yang sudah dialami oleh Tuhan Yesus, kita sudah paham betapa tidak mudahnya perjalanan hidup setiap manusia. Oleh karenanya ketika kita menyadari hal yang demikian sudah harus menata diri supaya ketika tugas dan tanggung jawab di dunia selesai maka mahkota kehidupan pasti kita peroleh, maka setiap orang akan bisa mengatakan “Aku telah mengakiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan hakim yang adil pada hariNya. Tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatanganNya” (2 Timotius 4 : 7 - 8). Hidup adalah sebuah kesempatan untuk berbuat yang berguna bagi sesama terlebih kepada Tuhan. Oleh sebab itu marilah kita manfaatkan sebaik baiknya selama masih ada kesempatan itu. Sebagaimana dalam lagu yang seringkali kita dengarkan demikian:
Hidup ini adalah kesempatan
Hidup ini untuk melayani Tuhan
Jangan sia-sia kan waktu yang Tuhan b'ri
Hidup ini harus jadi berkat
Oh Tuhan pakailah hidupku
Selagi aku masih kuat
Bila saatnya nanti
Ku tak berdaya lagi
Hidup ini sudah jadi berkat
Kiranya kita semua dimampukan bukan hanya untuk menyanyikan lagu tersebut. Akan tetapi mewujudkan syair lagu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam kehidupan berkeluarga, bergereja, bermasyarakat serta berbangsa dan bernegara. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukan agar semakin hari bisa menyajikan lebih baik dan lebih bermanfaat