Rabu, 10 Oktober 2018

Rukun Itu Indah

Lukas 10 : 25 -37

Akhir akhir ini kehidupan masyarakat tidak lagi diwarnai sikap saling menghormati dan saling menghargai. Rentetan persoalan ditengah tengah gereja, keluarga dan masyarakat. Terlebih semakin suburnya kakarasan menjadi bagian pergumulan kita bersama. Kekerasan di rumah tangga, nilai nilai keagamaan (Iman) yang semakin terkikis habis, seakan akan hanya slogan dan simbul saja. Radikalisme yang melahirkan teror dan ancaman ditengah tengah masyarakat dan bangsa. Demikian juga dengan sikap saling curiga dan saling memfitnah semakin tumbuh subur. Kehidupan semacam ini tidak saja menghancurkan persatuan dan kesatuan, tetapi juga semakin menjauhkan berkat Tuhan dalam kehidupan umat. Demikianlah kerukunan dalam kehidupan persekutuan itu ditempatkan. Tempat seharusnya bagi kerukunan umat ada didalam lingkup keluarga, gereja (antar denominasa dalam denominasi), masyarakat (antar Ras, suku, dan agama). Bila dalam hal yang disebutkan ini kerukunan sama sekali tidak mendapat tempat, kehidupan keluarga, gereja, dan masyarakat jauh dari jamahan anugerah Allah.

Bagaimanakah menciptakan kehidupan yang rukun?
Kisah perjumpaan didalam Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus justru memunculkan tokoh orang Samaria. Kalau Iam dan orang Lewi tidak mau menlong karena pertimbangan takut dirampok maka pastilah orang Samaria pun seharusnya punya alasan yang sama karena orang Samaria pun mempunyai hukum yang sama seperti orang Yahudi. Yaitu menyentuh mayat berarti menajiskan diri. Namun Tuhan Yesus justru memberikan perumpamaan ini dengan unik dan Alkitab mencatat bahwa orang Samaria ini digerakkan oleh belas kasihan dan tidak berhenti dibelas kasihan, orang Samaria ini merawat dan menaikkannya keatas keledai tunggangannya bahkan membawanya ketempat penginapan, ia juga menjamin bahwa ia akan kembali dan mengganti semua biaya yang dikeluarkan pemilik penginapan tersebut. Apakah kita mempunyai hati seperti orang Samaria ini? Just show your compassion and do it !

Perumpamaan Tuhan Yesus ini kemudian diakhhiri dengan pertanyaanNya kepada ahli Taurat, Siapakah diantara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ketangan penyamun itu? Kalau kita dihadapkan pada situasi demikian pastilah kita juga akan dibingungkan, kita berharap mendapat jawaban dari bertanya malah ditanya balik tentang siapakah sesama manusia itu? Kalau kita perhatikan maka pertanyaan yang Tuhan Yesus lontarkan pada si ahli Taurat sangat signifikan karena pertanyaan tersebut sekaligus mengoreksi pradigma si ahli Taurat tentang "Siapakah sesama manusia" , bahwa Sesama manusia merupakan subyek, namun menjadi sesama manusia menjadi tindakan nyata.

Tuhan Yesus menyatakan bahwa sesama manusia bujkan sekedar teori atau definisi tetapi sesama manusia lebih menunjuk pada praktek nyata yang kita lakukan pada orang lain. Sesama manusia bukanlah berbicara hal teoritis tapi hal praktis dalam tindakan riil yang nyata. Sesama manusia bukan identitas, namun arti sesama manusia merupakan pernyataan kasih. Sesama manusia berbicara tentang kasih bukan manipulasi, berbuat baik demi untuk mendapat keuntungan. Hati yang digerakkan oleh belas kasihan itulah yang membuat kita menjadi sesama bagi otang lain, Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukan agar semakin hari bisa menyajikan lebih baik dan lebih bermanfaat