Matius 4 : 1 - 11
Pendahuluan
Kadar emas akan bernilai tinggi jika melalui pembakaran sampai melebur dan akhirnya ada pemisahan antara tembaga, Nikel, besi dan Emas. Kadar yang paling baik adalah 24 karat.
Iman akan bernilai tinggi artinya bermutu baik jika iman saudara dan saya dapat melalui Ujian ujian dalam hidup dengan nilai Lulus, yang pada akhirnya membawa hidup saudara dan saya bermutu dan berkualitas sebagai jemaat Allah.
Kini marilah kita memikirkan bagaimana Allah menguji iman kita. Tes atau ujian kita meliputi tiga bagian yaitu Tubuh, Jiwa dan Roh. Untuk mengetahui cara kita menang dalam tiga ujian hidup atas iman kita, kita harus melihat Yesus yang menang atas segala ujian san pencobaan sebab Ia adalah teladan kita.
I. Ujian didalam Bidang Tubuh (ayat 3)
Selama 40 Hari 40 Malam Yesus puasa dan Dia lapar. Rasa blapar itu dijadikan iblis untuk menjadi senjata pelumpuh, jika Yesus mau, batu menjadi Roti. Tetapi dalam hal ini Yesus mampu mengendalikan hawa nafsunya khususnya perut.
Seringkali masalah dan kesulitan hidup muncul karena urusan perut, Negara menjadi kacau dan tidak terkendali kadang kala perut yang lapar yang menjadi alasan, ibadah atau acara gereja yang tersusun rapi menjadi kacau berantakan karena perut yang lapar.
Mestinya yang kita lakukan adalah tidak mengutamakan kepentingan fisik kita atau tubuh kita yang pada akhirnya melawan kehendak Allah.
Apa reaksi Yesus ketika Dia menghadapi pencobaan ini? Yesus menjawab dengan pedang Roh, yakni kebenaran firman Allah. Yesus hanya mau melakukan kehendak Bapa saja karena Dia telah diurapi oleh Bapa dan sudah menjadi kepunyaan Bapa. Melakukan kehendak Allah atau kehendak diri sendiri adalah sesudah menjadi masalah sejak dulu. Hanya menuruti kemauan diri sendiri menjadikan manusia jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Yang paling ditakutkan iblis pada Yesus adalah penggenapan firman. Oleh sebab itu Yesus hanya mengatakan "bukan kehendakKu yang jadi, melainkan kehendakMulah yang jadi"
II. Ujian dalam bidang Jiwa (ayat 5 - 7)
"Jika engkau anak Allah . . . " perkataan iblis ini merupakan bagian ujian sangat berat, dimana Yesus ditantang untuk menjadi sombong akan statusNya sebagai anak Allah, yang diinginkan setan adalah Yesus menyenangkan jiwaNya. Sifat dasar manusia yang sering muncul pada diri kitra adalah kesombongan, ingin menunjukkan dirinya sebagai seseorang dan tidak mau direndahkan. Contohnya : Kemerin kami mulai pelayanan di desa A, walah itu dulu jika bukan saya tidak mungkin ada pemberitaan Injil. Sering kali kesombongan menjatuhkan anak anak Tuhan tanpa sadar atau dengan sadar. Mereka lupa bahwa apa yang merekas lakukan tidak luput dari peranan Allah.
III. ujian didalam Roh (ayat 8,9)
Tawarn setan adalah kemegahan dunia dan segala materi keduniawian yang tidak terbatas banyaknya. Ajakan setan adalah untuk menyembah iblis, jiuka menyembah mesti menggunakan Roh kita. Jadi Yesus diuji RohNya untuk menyembah setan. Sering kali kita terjerat dengan model model penyembahan yang dilakukan oleh pengikut setan, contoh : sesaji kepada dayang, sesaji kepada arwah orang mati, sesaji kepada sunan, atau punden desa atau tempat keramat. Tradisi tradisi yang ada dilingkungan atau dilakukan oleh leluhur kita telah menyeret kita pada penyembahan setan. Sadarlah adanya bahaya yang tak kita sadari, ternyata membawa kita kepada penyembahan akan iblis.
Penutup
Waspadalah bahwa iblis senantiasa mengintai kita serta mencari kelemahan kita. Jangan sampai iman saudara digoyahkan oleh tipu daya iblis, tetaplah berpegang teguh pada kebenaran Firman Allah karena itu merupakan pedang Roh yang mampu menghancurkan serangan iblis, kiranya Tuhan memberkati kita.
Kamis, 29 Juni 2017
Minggu, 04 Juni 2017
Persembahan Persepuluhan.
Persembahan Persepuluhan
Beberapa waktu yang lalu saya telah menulis secara ringkas tentang persembahan.
Dengan tulisan itu diharapkan setidaknya kita memiliki dasar untuk menjawab
pergumulan tentang persembahan. Namun agaknya tulisan itu belum cukup, sehingga
ada beberapa saudara yang mendesak saya untuk menulis secara khusus tentang
persembahan persepuluhan. Untuk menghormati dan menghargai permintaan itu, maka
saya berusaha menyampaikan pemahaman saya tentang persembahan persepuluhan
dibawah ini.Saya akan mengawali tulisan ini dengan menyampaikan pemahaman
tentang persembahan persepuluhan yang saya ambil dari beberapa buku dan
beberapa situs di internet. Dari situ diharapkan kita memiliki pengetahuan
bahwa pemahaman tentang persembahan persepuluhan ternyata amat beragam.1. J. Karuniadi dalam bukunya yang berjudul “Persembahan Persepuluhan” menyampaikan pemahamannya tentang persembahan persepuluhan antara lain sebagai berikut:
- Gereja yang tidak
mengajarkan jemaatnya memberikan persembahan persepuluhan sama saja dengan
menutup telinga, mata, dan mulut terhadap firman Tuhan yang mengajarkan
dasar-dasar hidup beriman, dan gereja ini dengan demikian tidak membukakan
pintu iman bagi anggotanya untuk masuk ke dalam pertumbuhan rohani dan
pengenalan akan Allah dengan benar… Pendeta yang tidak mengajarkan
jemaatnya mengenal Allahnya melalui memberikan persembahan persepuluhan,
akibatnya dia sendiri pun ditolak menjadi imam-Nya oleh Tuhan.
- Jika berkat-berkat kita
tersendat-sendat datangnya, dan hidup kita terasa gersang, cobalah kita
mawas diri. Mungkin hidup kita masih seperti orang fasik yang menghina
Allah. Salah satu indikasinya adalah mungkin kita belum memberikan
persembahan persepuluhan kepada Tuhan dengan setia. Jika kita telah
memberikan persembahan persepuluhan, tetapi hidup kerohanian kita masih
gersang juga, hendaklah kita bertanya apakah kita telah memberikan
persembahan persepuluhan itu dengan benar dan dengan hati tulus.
- Allah tidak miskin. Langit
adalah tahta-Nya dan bumi adalah tumpuan kaki-Nya (Yesaya 66 : 1). Dia
sanggup membiayai pekerjaan-Nya di bumi tanpa memungut 10 % dari
penghasilan kita. Akan tetapi, Allah ingin sekali memberkati kita. Dia
ingin melihat anak-anak-Nya hidup berkecukupan, sedangkan PERMULAAN DARI
SEGALA BERKAT-NYA DATANG MELALUI PEMBERIAN PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN. TIDAK
MUNGKIN KITA MENGALAMI BERKAT-NYA DALAM BENTUK APA PUN, JIKA KITA TIDAK
MEMBERIKAN PERSEMBAHAN PERSEPULUHAN. ………… jika perintah Tuhan tentang
persembahan persepuluhan ini tidak kita patuhi, kita pun tidak akan pernah
dapat menaati perintah-perintah-Nya.
- Saya pernah menemui seorang
ibu yang mengalami sakit selama beberapa hari dan sempat di opname di
rumah sakit. Tapi anehnya dokter yang menanganinya tidak dapat mengatakan
penyakitnya. Teman saya yang seorang hamba Tuhan mulai berbicara pada ibu
ini tentang persembahan perpuluhan dan ternyata ibu ini tak pernah
sekalipun membayar persepuluhan, apa jadinya? Setelah tahu persoalan yang
dialaminya, maka ibu ini ke gereja dan mulai membayar perpuluhan. Dan
ajaib sekali, Tuhan menyembuhkan penyakitnya, Amin.
- Ada juga seorang pengusaha
muda yang baru belajar usahanya sendiri karena selama ini bekerja pada
orang tuanya. Ada rasa takut dan khawatir kalau usahanya tidak akan
berhasil, ya maklum ini pengalaman pertama baginya. Saya sebagai hamba
Tuhan membimbingnya untuk mengerti kebenaran firman Tuhan. Saya sampaikan
juga kebenaran firman Tuhan tentang persepuluhan, dan pengalamannya
sungguh lucu, tiap kali ia membayar persepuluhan maka usahanya
lancar-lancar saja. Tetapi kadangkala ia merasa sayang dengan uangnya
sehingga tak membayar persepuluhan dan usahanya mengalami kemacetan.
- Ada juga yang terlibat
dengan bermacam-macam masalah tak kunjung habisnya, seperti benang
kusut/basah tak bisa diuraikan, tetapi ajaibnya setelah orang itu rajin
membayar persepuluhan, semua dapat diatasi satu-persatu.
- Walaupuh persepuluhan
disebutkan di dalam Taurat, tidak ada indikasi adanya hukuman akibat tidak
memberi persepuluhan. Memang ada konsekuensinya (kehilangan
berkat-berkat). Tetapi tidak ada penghukuman dari Allah karena tidak
memberi persembahan persepuluhan. Upah dari memberi persepuluhan
dijelaskan di dalam Maleakhi 3 : 10-11, di mana Allah berjanji untuk
mencurahkan berkat dan menghalau belalang pelahap. Memberi persepuluhan
seharusnya selalu memberi suatu memberi tindakan sukarela yang dilakukan
oleh umat Allah.
- Persepuluhan ditetapkan
sebagi suatu demonstrasi fisik dan duniawi mengenai komitmen manusia pada
Allah. Allah mengerti keserakahan kita, sifat dasar kita yang mementingkan
diri sendiri, dan menyediakan sebuah tanda yang dapat mengidentifikasi
mengenai kesungguhan kita. Dengan menyerahkan sebagian sumber-sumber fisik
yang kita miliki, kita bersaksi kepada pencipta kita, sama seperti yang
dilakukan oleh seorang petani ketika menyerahkan sebagian hasil panennya
kembali ke bumi darimana panen itu diperoleh.
- Mereka yang memberi kurang
dari sepersepuluh dari pendapatan mereka membatasi apa yang dapat Allah
lakukan bagi mereka menurut firman-Nya “Bolehkah manusia menipu Allah?
Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata ‘Dengan cara bagaimanakah kami
menipu Engkau? Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus!”
(Maleakhi 3). Walaupun sebagian kita percaya bahwa prinsip-prinsip itu
hanya berlaku pada Perjanjian Lama, Paulus menegaskan bagi kita:
“Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan
orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (II Korintus 9:6).
Kurang memberi merupakan indikator materi secara eksternal bahwa perlu
diadakan perubahan dalam hal rohani.
- Prinsip perpuluhan sangat
relevan dengan kehidupan sekarang. Namun banyak yang membuat berbagai
macam alasan untuk tidak mengembalikan bagian 10% tersebut kepada Tuhan.
Mereka mengeluhkan tentang krisis ekonomi dan PHK, beban pajak, pokoknya
segala kemungkinan terburuk yang bisa mereka pikirkan. Mereka membiarkan
keadaan menghalangi mereka memeberi, dan kemudian bertanya-tanya mengapa
kehidupan mereka tidak bertambah baik? Bukankah keadaan sekarang sama saja
dengan keadaan orang-orang yang tidak setia yang yang hidup di jaman
Maleakhi? “Sejak zman nenek moyangmu, kamu telah menyimpang dari
ketetapan-Ku dan tidka memeliharanya. Kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan
kembali kepadamu, firman Tuhan semesta alam. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan
cara bagaimanakah kami menipu Engkau?’ Mengenai persembahan persepuluhan
dan persembahan khusus!” (Maleakhi 3 :7-9)
- Ketika kita memberikan
persepuluhan kepada Tuhan, kita tidak hanya memberkati pekerjaan rumah
Tuhan namun juga membuktikan kesetiaan-Nya dan menunjukkan penghormatan
kita kepada Tuhan sebagai Sumber dari segala yang kita miliki dan
satu-satunya Tuhan yang layak kita sembah. Kita membawa ke hadapan-Nya
korban persembhan dan harta benda kita. Persepuluhan adalah sebuah contoh
lain dari keadilan Tuhan kepada semua orang percaya; Tuhan menganggap
semua orang percaya sejajar. Ia meminta jumlah yang sama (10%) dan bagian
yang sama (bagian sulung, Amsal 3 : 9 - 10) dari semua orang percaya.
- Ritus kurban &
persembahan telah dihapuskan oleh Yesus yang menjadi pengantara Perjanjian
Baru, namun kurban dan persembahan yang bersifat batin dalam bentuk
keadilan, kesetiaan dan belas kasihan, Kita tidak lagi bermegah akan
hal-hal yang bersifat lahiriah (I Korintus 5 : 11 - 21), persembahan
Perjanjian Baru bukan lagi persembahan secara Torat dan kewajiban
persepuluhan, tetapi buah-buah kasih yang keluar dari hati yang telah
menerima kasih karunia Allah (Matius 13:23; Efesus 2:8-10).
- Persembahan umat Kristen
bukan lagi dalam bentuk persepuluhan tetapi merupakan buah-buah kasih yang
keluar dari hati yang dibenarkan Allah. Mereka yang telah beriman dan
bertobat akan hidup dalam mengasihi sesamanya dengan harta mereka (Kis.
2:44-45;34-35; Mat. 35:31-46; Luk. 18:22) dan menyisihkan dengan teratur
persembahan sesuai dengan yang diperoleh (I Kor. 16:1-2; Gal. 6:6).
- Ada yang mengemukakan ayat
‘Berilah maka kamu akan diberi’ (Luk 6:38) dengan motivasi persepuluhan PL
(Mal. 3:10), tetapi penafsiran demikian jelas keliru, sebab sekalipun
memang Tuhan akan memberi, itu sudah tidak lagi menjadi motivasi untuk
memberi (seperti PL) melainkan sebagai karunia Allah dan itu tidak harus
merupakan berkat jasmani karena penderitaan juga dapat menjadi karunia
Allah (I Petrus 2:19). Dalam ayat sebelumnya dijelaskan bahwa : “Berilah
kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali
kepada orang yang mengambil kepunyaanmu.” (Luk. 6:30). Persembahan
Perjanjian Baru bukan agar mendapat (seperti PL) tetapi buah-buah yang
keluar dari hati yang telah diperbaharui dan diberikan bukan dengan
paksaan atau kewajiban tetapi dengan kerelaan dan sukacita (II Kor. 9:7)
dengan tujuan untuk menghindarkan kesenjangan dalam bentuk pelayanan kasih
(Kis. 4:34-35; II Kor. 8 : 1-15). Pemberian Kristen adalah perwujudan
kasih Alah dalam diri kita (Mat. 22:37-40; I Yoh. 3:17).
- Lalu berapa persembahan
Kristen yang tepat? Perjanjian Baru tidak menentukan hal ini, bisa
setengah dari harta yang dimiliki (Zakheus, Luk.9:8) bahkan ada yang
memberikan seluruh nafkahnya (Mar. 12:41-44). Yang jelas buah-buah kasih
tidak menentukan persentasi tertentu (Kis. 2:45;4:36-37), bahkan berbeda
dengan sistem PL dimana persepuluhan itu lebih banyak dimanfaatkan oleh
para imam tetapi mengabaikan para janda, yatim piatu, orang upahan, dan
orang asing seperti yang diceritakan dalam kitab Maleakhi, PB banyak
bercerita mengenai pemberian yang sifatnya untuk orang miskin (Luk.
18:18-27).
- Berbeda dengan ibadat PL
yang bersifat lahir yang berpusat di Bait Allah dan dilaksanakan oleh
perantara para Imam, jadi sifatnya sentripetal (memusat), ibadat PB
sifatnya sentrifugal (menjauhi pusat), artinya sebagai buah-buah kasih
yang dibagikan kepada sesama manusia. Ini dengan jelas digambarkan oleh
rasul Yohanes dalam suratnya, yaitu didasarkan: (1) kesediaan berkorban
seperti Kristus yang telah berkorban untuk kita; (2) kepekaan lingkungan,
yaitu peka terhadap kebutuhan rohani dan jasmani sesamanya; dan (3)
kepedulian sosial dengan membagikan harta kita kepada sesama kita (I
Yohanes 3 : 16 - 18).
- Akhirnya, kalau begitu
apakah umat Kristen boleh memberikan persembahan persepuluhan? Tentu tidak
ada larangan bagi mereka yang ingin mendisiplinkan diri untuk menyisihkan
suatu bagian secara teratur, tetapi kalau bisa memberi lebih dari itu
mengapa harus dibatasi 10%? Dan kalau tidak bisa sebesar itu mengapa
dipaksakan harus 10%? Namun, bila umat Kristen yang hidup dalam iman dan
anugerah Allah masih melakukan persembahan persepuluhan menurut tatacara
Yahudi PL, jelas dengan demikian ia melecehkan arti penebusan darah Yesus
di kayu salib, seakan-akan penebusan Yesus belum tuntas melainkan harus
ditambahi dengan usaha baik manusia.
- Melalui praktek-praktek
sebagian gereja di masa kini, yang begitu giatnya merangsang, mendorong
dan mengumpulkan persembahan persepuluhan, lalu digunakan untuk membangun
gedung-gedung megah, maka tanpa sadar, banyak Gembala Sidang telah
melantik dirinya menjadi Pemungut-cukai Gerejawi! Dan siapa saja yang
berperilaku demikian, sesungguhnya sedang menghadang laknat yang TUHAN
firmankan melalui Nabi Yehezkiel (perhatikan Ye. 34:24-4, 8-10). Intinya:
bertobatlah, hai Pemungut-cukai Gerejawi, kembalikan persembahan milik
TUHAN itu menjadi kemuliaan Tuhan Yesus!
- Saudara yang terkasih,
anda akan lebih menyadari betapa Yesus merindukan belas kasihan, bukan
persembahan, jika anda menyadari kuasa di dalam belas-kasihan. Dan kuasa
belas-kasihan jelas jauh lebih dahsyat dari pada kuasa yang timbul dari
persembahan, maupun penyembahan!
- Pasti anda tidak terpaku
pada 10%. Persembahan sepuluh persen (saja) melecehkan TUHAN. Kepada
Negara sajapun anda menyerahkan 15%. Pajak Pendapatan! Adalah indah jika
anda berani menghabiskan lebih dari 15% pendapatan untuk pelayanan belas
kasihan. Dalam situasi tertentu, mungkin anda berani habiskan 50% untuk
berbelas kasihan. Toh semua itu tidak hilang, melainkan menjadi simpanan
anda di Sorga. Selaras dengan perintah Yesus: Simpanlah hartamu di Sorga
(Mat. 6:19-21)?
- Persembahan persepuluhan
harus, mutlak, tidak boleh lebih, tidak boleh kurang, dan wajib hukumnya.
Melanggar ketentuan ini akan mengakibatkan hidup tidak terberkati.
Biasanya landasan Alkitab yang dipakai adalah Maleakhi 3.
- Persembahan persepuluhan
itu patokan minimal. Bila bisa mempersembahkan lebih dari sepersepuluh,
mengapa tidak! Misalnya 15% dari penghasilan. Itupun belum termasuk
persembahan lainnya, misalnya: ibadat Minggu, ucapan syukur, dll.
- Persembahan persepuluhan
tidak mengikat kita lagi karena Yesus Kristus telah menebus dosa-dosa
kita. Bahkan kalau kita masih memiliki pemahaman bahwa dengan memberikan
persembahan persepuluhan maka hidup kiita akan terberkati, maka sebenarnya
kita telah meremehkan karya penebusan oleh Yesus Kristus.
- Imamat 27:32, mengenai
segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka
dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap
yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi Tuhan.
- Bilangan 18:21, mengenai
bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan
persepuluhan diantara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas
pekerjaan yang dilakukan mereka. Pekerjaan pada Kemah pertemuan.
- Bilangan 18:24 sebab
persembahan persepuluhan yang dipersembahkan orang Israel kepada Tuhan
sebagai persembahan khusus Kuberikan kepada orang Lewi sebagai milik
pusakanya; itulah sebabnya Aku telah berfirman tentang mereka: “Mereka tidak
akan mendapat milik pusaka di tengah-tengah orang Israel.”
- Bilangan 18:26 “Lagi
haruslah engkau berbicara kepada orang Lewi dan berkata kepada mereka:
Apabila kamu menerima dari pihak orang Israel persembahan persepuluhan
yang Kuberikan kepadamu dari pihak mereka sebagai milik pusakamu, maka
haruslah kamu mempersembahkan sebagian dari padanya sebagai persembahan
khusus kepada Tuhan, yakni persembahan persepuluhanmu dari persembahan
persepuluhan itu…
- Ulangan 14:28, Pada akhir
tiga tahun engkau harus mengeluarkan segala persembahan persepuluhan dari
hasil tanahmu dalam tahun itu dan menaruhnya di dalam kotamu;
- II Tawarikh 31:5, Segera
setelah perintah ini tersiar, orang Israel membawa dalam jumlah yang besar
hasil pertama dari pada gandum, anggur, minyak, madu dan segala macam
hasil bumi. Mereka membawa juga persembahan persepuluhan dari segala
sesuatu dalam jumlah yang besar.
- Nehemia 10:38, Seorang
imam, anak Harun, akan menyertai orang-orang Lewi itu, bila mereka
memungut persembahan persepuluhan. Dan orang-orang Lewi itu akan membawa
persembahan persepuluhan dari pada persembahan persepuluhan itu ke rumah
Allah kami, ke bilik-bilik rumah perbendaharaan.
- Maleakhi 3:10, Bawalah
seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya
ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta
alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan
mencurahkan berkat kepadamu sampai kelimpahan.
- Persembahan persepuluhan
untuk Tuhan (Imamat 27:32, mohon pasal 27 dibaca secara keseluruhan).
Untuk saat ini mereka yang memahami persembahan persepuluhan ditujukan
untuk Tuhan, maka mereka akan menyerahkan persembahan persepuluhannya ke
gereja atau Lembaga Pelayanan Kristen di mana mereka menjadi anggotanya.
Gereja melalui majelis Jemaatlah yang akan mengatur penggunaannya. Mereka
tidak mau menyerahkan persembahan persepuluhan untuk pribadi pendeta atau
tenaga gereja lainnya.
- Persembahan persepuluhan
untuk manusia (dalam hal ini untuk kebutuhan hidup suku Lewi dan para
imam, lihat Bilangan 18:24, dan banyak sekali ayat lainnya). Untuk saat
ini bagi mereka yang memahami persembahan persepuluhan ditujukan untuk
manusia, maka mereka akan menyerahkan persembahna persepuluhan kepada
pribadi pendeta atau tenaga gereja lainnya. Mereka tidak mau menyerahkan
persembahan persepuluhan ke Majelis Jemaat atau bendahara gereja, karena
diimani akan melanggar perintah Tuhan.
- Persembahan persepuluhan
setiap tahun ketiga (Ulangan 14:28). Dari ayat ini menjadi lebih jelas
bahwa persembahan persepuluhan pada waktu itu ada aturannya. Misalnya:
persembahan persepuluhan pada tahun pertama dan kedua dibawa ke Bait Suci
untuk dinikmati bersama, sedangkan persembahan persepuluhan pada tahun
ketiga tidak dibawa ke Bait Suci, tetapi masing-masing keluarga
memberikannya kepada orang-orang miskin di sekitar tempat tinggalnya.
- Persembahan persepuluhan
diterima sebagai pilihan antara berkat dan hukuman (Maleakhi 3:10). Mereka
yang mendasarkan diri pada pemahaman hurufiah ayat ini cenderung selalu
meyakini bahwa semakin diberkati. Gereja yang mempraktekkan persembahan
persepuluhan secara disiplin, maka gereja itu akan “diberkati” (dalam arti
tidak akan kekurangan dana). Bila tidak, maka akan terjadi sebaliknya.
Bagaimana Sikap Kita?
1. Secara penghayatan iman (teologi) GKJW termasuk dalam lingkaran tradisi teologia Calvinis. Salah satu ciri khas teologia Calvinis adalah memahami Kitab Suci secara kontekstual (tidak ayat per ayat). Dalam gereja yang bercorak Calvinis jarang sekali ada diskusi khusus tentang persembahan persepuluhan. Karena memang dalam tradisi teologia Calvinis tidak pernah mengambil satu ayat di Kitab Suci menjadi pokok dogmatika. Kalau satu ayat lalu dijadikan pokok dogmatika akan sangat berbahaya, membingungkan, dan bahkan bisa mengacaukan kehidupan bersama. Sekedar contoh, kita ambil satu ayat dari Injil Matius 18:21-22. Kalau kita mengartikan ayat ini secara hurufiah sebagai kebenaran yang tidak bisa diartikan lain, maka setiap orang Kristen harus mengampuni mereka yang bersalah kepadanya sebanyak 490 kali, tidak boleh lebih, tidak boleh kurang, sebab ini adalah perintah Tuhan Yesus sendiri! Padahal di bagian lain Tuhan Yesus ketika berhadapan dengan seorang wanita yang berbuat zinah hanya mengatakan “Aku pun tidak menghukum engkau!” (Yoh 8).Bukti bahwa gereja yang bercorak calvinis tidak memberi perhatian khusus pada persembahan persepuluhan dapat dilihat pada data berikut ini . Pada tahun 2003 di GKJW Jemaat Waru ditemukan data tentang persembahan persepuluhan sebagai berikut:a) Ada 4 (empat) orang dengan inisial tya, ats, gama3 dan grd yang secara disiplin (hampir setiap bulan) menyerahkan persembahan persepuluhan dengan jumlah berkisar antara Rp. 50.000; - Rp. 420.000;. Berarti rata-rata penghasilan lebih-kurang 3 juta rupiah/bulan.b) Ada satu NN (tanpa diketahui dari wilayah berapa) yang menyerahkan persembahan persepuluhan dengan jumlahnya antara Rp. 50.000; - Rp. 600.000;c) Ada beberapa NN dan nama-nama tertentu yang menyerahkan persembahan persepuluhan tetapi tidak rutin (setahun kadang dua atau tiga kali saja, maksimal 6 kali) dengan jumlah yang bervariasi antara Rp. 1.000; - Rp. 500.000;Catatan: Pernah ada satu kali persembahan persepuluhan sebesar Rp. 1.336.000,-.Dari data tahun 2003 di atas dapat disimpulkan: a) Warga jemaat yang secara ajeg mempraktekkan persembahan persepuluhan jumlahnya sangat sedikit, hanya 4 (empat) orang dari 570 keluarga (dibawah 1%); b) Agaknya ada pemahaman yang keliru tentang persembahan persepuluhan. Ada yang memahami persembahan persepuluhan sebagai persembahan yang diambilkan sepersepuluh dari penghasilan ekstra, bukan penghasilan rutin. Misalnya seseorang mendapatkan bonus dari tempat kerjanya 10 juta, maka satu juta (sepersepuluh) diserahkan ke gereja, dan itu dipahami sebagai persembahan persepuluhan, padahal itu sebenarnya persembahan syukur. c) Baru warga jemaat yang penghasilannya sekitar 3 juta rupiah/bulan ke bawah yang mempraktekkan persembahan persepuluhan.Data tahun 2004 tidak berbeda jauh dengan data tahun 2003, hanya ada beberapa tambahan (NN), dan yang berinisial: HN, DPH. Sedangkan data tahun 2005 (Januari-Maret) menunjukkan perubahan dengan semakin banyaknya warga jemaat (NN) yang menyerahkan persembahan persepuluhan dengan jumlah persembahan berkisar antara Rp. 5.000; - Rp. 400.000;. Dan semakin banyak warga jemaat dengan inisial tertentu yang menyerahkan persembahan persepuluhan: TYA, GRD, GAMA3, HN, ET, YK, LDS, WD, WM, DNG, PR, LGI, SG, VMMCS, MM, TP-1, DVN, DR, WA, JAB, AEXZ, Cah Kunjang, 3006, 3030, 3045, dsb. Jumlah yang dipersembahkan berkisar antara Rp. 15.000; - Rp. 1.150.000;.
Catatan:
- Mungkin ada yang secara
disiplin mengambil sepersepuluh dari penghasilannya lalu dimasukkan ke
bank, dan uang itu baru diambil kalau gereja sangat membutuhkan. Bagi
saya, cara ini pun tidak bisa disebut sebagai persembahan persepuluhan,
baru sebatas memiliki semangat menyisihkan persembahan persepuluhan, belum
mempraktekkan! Sebab salah satu makna penting persembahan adalah
menyerahkan sebagian dari apa yang dimiliki untuk tidak lagi berada di
bawah kekuasaannya.
- Saya menduga juga ada
yang telah menyerahkan persembahan sejumlah sepersepuluh secara rutin
lewat persembahan bulanan.
- Mungkin pula ada yang
menyisihkan sepersepuluh dari penghasilannya untuk diberikan kepada
orang/keluarga tertentu yang memerlukan pertolongan dalam bentuk,
misalnya: beasiswa, secara rutin memberi kebutuhan beras, gula, dll.
- Berbicara tentang
persembahan tidak etis bila dasar pokoknya jumlah persembahan meningkat.
Bagi gereja yang terpenting bukan jumlah, tetapi motivasi/sukacita dan
rasa syukur serta kesadaran untuk mau ikut menanggung beban/kebutuhan
gereja. Mereka yang motivasinya baik tidak mungkin sembarangan dalam
memberikan persembahan.
- Di dalam kitab Perjanjian
Lama jumlah persembahan sepersepuluh adalah jumlah persembahan yang
terkecil. Berkaitan dengan jumlah persembahan di Perjanjian Lama, saya
menemukan angka-angka sebagai berikut: sepersepuluh (terkecil), seperenam
(Yehezkiel 45); seperempat (I Samuel 9); sepertiga (Nehemia 10); setengah
(Keluaran 30). Kalau tidak menyebut angka, maka tentang persembahan akan disebut
tentang “yang terbaik”, atau “yang tidak bercacat” (Kejadian 43; Keluaran
23). Pertanyaan: apakah kita akan menjadikan yang minimum (terkecil)
sebagai yang paling benar?
Catatan: saya senang kalau ada di antara Saudara yang bisa menemukan jumlah persembahan di bawah sepersepuluh di Perjanjian Lama, dan saya akan mengoreksi tulisan saya ini.
- Kitab Maleakhi latar
belakangnya adalah kehidupan umat Tuhan (pasca pembuangan) yang pada waktu
itu sedang buruk keadaan sosial, ekonomi, dan keagamaannya. Keadaan itu
menyebabkan mereka melupakan tanggung jawab untuk turut serta memelihara
dan memperhatikan Bait Allah. Bahkan persembahan yang mestinya “terbaik
dan tak bercacat”, mereka mempersembahkan “yang cemar” (baca pasal 1). Itu
tanda bahwa hati mereka tidak menghormati dan tidak memuliakan Tuhan.
Sikap ini menyebabkan mereka tidak mendapatkan berkat dari Tuhan sehingga
Maleakhi mengingatkan agar mereka bertobat! Sebagai tanda pertobatan
mereka diminta untuk memberikan persembahan, sekalipun dalam jumlah yang paling
kecil (sepersepuluh).
Inti kitab Maleakhi 3 adalah soal pertobatan bukan soal persembahan (baca karangan Sutrisno “Makna Persembahan Persepuluhan dalam Kitab Maleakhi 3:6-12″, skripsi di fakultas Teologia UKDW, th 1992, halaman 48-53; dan Robert C. Dentan ‘The Book of Malachi’ USA 1982, halaman 1117-1141). Justru yang perlu ditekankan pada kitab Maleakhi ini adalah ajaran yang indah, yaitu: sekalipun sedang menghadapi keadaan hidup yang paling buruk jangan melupakan kasih dan berkat Tuhan! (bandingkan cerita di Perjanjian Baru tentang persembahan dari seorang janda miskin)
- Perintah untuk menyerahkan
persembahan sepersepuluh, seperenam, atau berapa pun di Perjanjian Lama
itu statusnya sama dengan perintah untuk -misalnya- mempersembahkan korban
bakaran dari lembu yang tidak bercacat, dsb. (mohon dibaca lebih lanjut
kitab Imamat dan kitab Bilangan). Apakah saat ini kita masih mau
memberlakukan aturan-aturan ini: persembahan sepersepuluh, seperenam,
korban sembelihan, korban bakaran, tidak boleh bekerja pada hari Sabat,
sunat, makanan halal atau haram, beristri lebih dari satu? Tentu tidak!
Perintah itu ditujukan untuk umat Tuhan yang masih dibawah kuasa hukum
Taurat. (ingat tulisan saya tahun lalu “Memahami Makna
Persembahan” yang menyatakan bahwa salah satu ciri khas teologia
Perjanjian Lama adalah adanya hukuman dan berkat: “setia diberkati, tidak
setia dihukum”). Saat ini kita sudah berada dibawah kuasa hukum Kristus.
Hukum dan aturan di Perjanjian Lama sudah digenapi oleh Yesus kristus,
sehingga siapa yang percaya kepada Yesus kristus tidak lagi berada dibawah
hukum Taurat. Perhatikan Roma 7:4 “Sebab itu, saudara-saudaraku, kamu juga
telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus, supaya kamu menjadi milik
orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan dari antara orang
mati, agar kita berbuah bagi Allah.”
- Diduga kitab Maleakhi 3:10
menjadi amat terkenal karena pada ayat tersebut dijanjikan berkat tercurah
(”… tingkap-tingkap langit akan terbuka dan berkat akan tercurah…”), jadi
bukan semata-mata ingin memberikan persembahan yang terbaik, mengapa tidak
meniru, misalnya Zakheus (tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan:
“Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan
sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat
kali lipat. Kata Yesus kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan
kepada rumah ini…”-Luk. 19:8) atau janda miskin (memberikan semua yang
dimiliki-Markus 12).
- Ada dasar tentang
persembahan yang jauh lebih tepat, karena tidak hanya menyangkut uang dan
harta benda, tetapi hati dan bahkan kehidupan itu sendiri. Misalnya:
Matius 19: 16-22; Markus 12:42; Lukas 19:8; Roma 12:1; Yakobus 1:27.
- Secara praktis
persembahan persepuluhan bisa memunculkan banyak sekali pertanyaan. Satu
contoh kecil saja. Pak Dadap dan Pak Waru penghasilannya masing-masing
sejuta rupiah/bulan. Pak Dadap masih lajang dan tidak menanggung beaya
hidup siapa pun, sedangkan Pak Waru sudah berkeluarga dengan 3 anak yang
masih sekolah. Apakah persembahan Pak Dadap dan Pak Waru baru bisa
dikatakan benar kalau masing-masing menyerahkan seratus ribu (sepersepuluh
dari sejuta)? Atau, Pak Dadap mendapat hadiah sebuah mobil Kijang Inova,
dan itu dihayati sebagai berkat Tuhan! Bagaimana mengenakan
persepuluhannya? Apakah dihitung dengan cara menaksir nilai jual mobil
itu, lalu sepersepuluhnya dipersembahkan? Bagaimana kalau Pak Dadap tak
punya uang sebesar sepersepuluh dari nilai harga jual mobil itu?
Catatan-catatan praktis
- Persembahan itu bukan
“sesajen”. Persembahan Kristen itu murni sebagai ungkapan rasa syukur atas
berkat dan kasih keselamatan dari Tuhan, jadi motivasinya semata-mata
ingin mengungkapkan rasa syukur. Beda dengan sesajen yang senantiasa
diiringi dengan permintaan-permintaan tertentu. Sedangkan dalam doa kita
bisa menyampaikan segala macam permohonan kita, sejauh permohonan itu
tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan.
- Untuk saat ini yang
disebut dengan istilah persembahan persepuluhan hakekatnya sama dengan
persembahan bulanan. Jadi warga jemaat yang telah menyerahkan persembahan
persepuluhan, mestinya tidak perlu lagi mengisi persembahan bulanan.
- Saya pribadi menyatakan
penghargaan yang amat tinggi kepada warga jemaat yang dengan motivasi yang
benar telah mampu mempraktekkan persembahan sebesar sepersepuluh dari
penghasilannya setiap bulan atau setiap mendapatkan penghasilan.
Penghargaan itu disampaikan bukan karena gereja memiliki semakin banyak
uang, melainkan karena semangat hidup saudara yang tidak mau jatuh dalam
kerakusan dan mendewakan uang. Semoga kemurahan hati yang telah tumbuh itu
menjadi sarana bagi Saudara untuk semakin melihat bahwa keindahan dan
kebahagiaan hidup itu memang tidak ditentukan oleh uang. H Nadesul menulis
sebagai berikut, “Riset membuktikan uang telah gagal mengatrol
kebahagiaan. Studi sejak tahun 1950-an mengungkapkan, kebahagiaan tidak
bertambah dengan uang yang bertambah. Tak ada batas tertinggi berapa
kecukupan itu. Sayang banyak orang lupa, tidak semua bisa dibeli dengan
uang…Semakin banyak orang di dunia kena penyakit tak bermakna (neurosis
noogenic)” - Kompas, 13 April 2005 halaman 5 dengan judul ‘Tikus Juga
Doyan Uang’. Perhatikan pula kitab Pengkhotbah 5: 9-10.
- Penghargaan yang tulus
juga saya tujukan kepada warga jemaat yang dengan penuh kesungguhan dan
ketulusan hati berupaya dan mempraktekkan memberikan persembahan dengan
sebaik-baiknya. Bagi saya, jumlah tidak menjadi soal, entah 1%, 2% atau
berapa pun dari penghasilan, yang paling penting adalah semuanya kita
serahkan dengan hati dan sikap hidup yang memuji dan memuliakan Tuhan.
Gereja bukan tempat untuk mengumpulkan uang, tetapi sebagai sarana untuk
menghayati dan memberlakukan kehendak Kristus dengan sebaik-baiknya.
- Bagi warga jemaat yang
telah secara ajeg menyerahkan persembahan persepuluhan disarankan untuk
mempertahankan semangat itu, dengan catatan: yagn ada didalam hatinya
bukan keinginan untuk mendapatkan pengembalian berkat materi berlipat,
tetapi benar-benar sebagai ungkapan rasa syukur!
- Ada banyak warga jemaat
-yang saya tahu- telah memberikan persembahan yang nilainya tidak bisa
diukur dengan uang, misalnya: waktu, tenaga, pikiran, kesetiaan.
- Pranata GKJW menyatakan
bahwa setiap warga dewasa (sudah sidhi) mempunyai kewajiban dan
tanggungjawab untuk turut memikul kebutuhan gereja, dan hal ini antara
lain diwujudkan dengan memberikan persembahan bulanan. Bagi warga jemaat
tertentu mungkin tidak mudah menentukan kelayakan dalam mengisi
persembahan bulanan. Supaya kita tidak mengisi persembahan bulanan ala
kadarnya atau asal mengisi, barangkali pengalaman gereja di Belanda bisa
dijadikan bahan pertimbangan . Gereja-gereja di Belanda mempunyai
ketentuan umum untuk warga jemaat dewasa (sudah sidhi), yakni menyerahkan
setidaknya 2% dari penghasilannya ke gereja. Tentu angka 2% tidak tinggi,
tetapi itu bisa dipakai sebagai tahap awal untuk belajar memberikan
persembahan secara sadar, teratur, dan bertanggungjawab. Biarlah dengan
berjalannya waktu yang disertai pertumbuhan rohani kita, maka angka 2%
bisa terus ditingkatkan sedikit demi sedikit. Semoga!
Langganan:
Postingan (Atom)