Selasa, 23 Oktober 2018

KetidakPedulian

2 Timotius  3 : 1 - 9

Kisah tentang Yue Yue, gadis cilik berumur 2 tahun, tergeletak di jalan karena ditabrak sebuah mobil Van di Foshan, Guang Dong, Cina. Pada saat peristiwa tersebut terjadi, banyak orang mulai dari yang berjalan kaki, yang bersepeda, sampai yang bermobil melewatinya. Akan tetapi mereka berlalu begitu saja, membiarkannya terkapar bersimbah darah, sampai sebuah truk melindasnya kembali. Kejadian ini salah satu gambaran yang menyedihkan bahwa betapa semakin tipisnya kepadulian sosial didunia ini. bukan hanya di Cina, di berbagai belahan bumi lain pun kita kerap diperhadapkan pada sikap acuh tak acuh yang memilukan seperti itu, termasuk di negara kita.

1. Mencintai Diri Sendiri
Firman Tuhan sudah mengingatkan kita akan datangnya masa-masa seperti ini, masa ketika manusia lebih mencintai dirinya sendiri dan ketika kasih manusia terhadap sesamanya semakin dingin. Banyak orang semakin menggebu-gebu mengejar kesuksesan dan ambisi pribadinya sehingga akhirnya menjadi hamba uang. Hanya keuntungan materiil yang diperhitungkan, termasuk dalam berhubungan dengan sesama. Tidak sedikit pula yang rajin beribadah, namun mengingkari kekuatan ibadah itu sendiri karena mereka tidak menjadi pelaku firman.

2. Tidak Menjadi Sama Dengan Dunia.
Kondisi itu semakin hari akan semakin intensif belaka. Namun orang percaya semestinya tidak terhanyut oleh kecenderungan tersebut. Tuhan menghendaki umatNya hidup dengan sikap yang berbeda dari dunia. Kita adalah tubuhnya didunia ini, yang berperan untuk menyatakan kasih kepedulianNya kepada orang orang di sekitar kita, khususnya mereka yang terlantar dan tersisih.

Dunia akan dapat merasakan kasih Allah yang tidak kelihatan, yaitu melalui karya dan pelayanan Gereja-gerejanya yang kelihatan.

Rabu, 10 Oktober 2018

Rukun Itu Indah

Lukas 10 : 25 -37

Akhir akhir ini kehidupan masyarakat tidak lagi diwarnai sikap saling menghormati dan saling menghargai. Rentetan persoalan ditengah tengah gereja, keluarga dan masyarakat. Terlebih semakin suburnya kakarasan menjadi bagian pergumulan kita bersama. Kekerasan di rumah tangga, nilai nilai keagamaan (Iman) yang semakin terkikis habis, seakan akan hanya slogan dan simbul saja. Radikalisme yang melahirkan teror dan ancaman ditengah tengah masyarakat dan bangsa. Demikian juga dengan sikap saling curiga dan saling memfitnah semakin tumbuh subur. Kehidupan semacam ini tidak saja menghancurkan persatuan dan kesatuan, tetapi juga semakin menjauhkan berkat Tuhan dalam kehidupan umat. Demikianlah kerukunan dalam kehidupan persekutuan itu ditempatkan. Tempat seharusnya bagi kerukunan umat ada didalam lingkup keluarga, gereja (antar denominasa dalam denominasi), masyarakat (antar Ras, suku, dan agama). Bila dalam hal yang disebutkan ini kerukunan sama sekali tidak mendapat tempat, kehidupan keluarga, gereja, dan masyarakat jauh dari jamahan anugerah Allah.

Bagaimanakah menciptakan kehidupan yang rukun?
Kisah perjumpaan didalam Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus justru memunculkan tokoh orang Samaria. Kalau Iam dan orang Lewi tidak mau menlong karena pertimbangan takut dirampok maka pastilah orang Samaria pun seharusnya punya alasan yang sama karena orang Samaria pun mempunyai hukum yang sama seperti orang Yahudi. Yaitu menyentuh mayat berarti menajiskan diri. Namun Tuhan Yesus justru memberikan perumpamaan ini dengan unik dan Alkitab mencatat bahwa orang Samaria ini digerakkan oleh belas kasihan dan tidak berhenti dibelas kasihan, orang Samaria ini merawat dan menaikkannya keatas keledai tunggangannya bahkan membawanya ketempat penginapan, ia juga menjamin bahwa ia akan kembali dan mengganti semua biaya yang dikeluarkan pemilik penginapan tersebut. Apakah kita mempunyai hati seperti orang Samaria ini? Just show your compassion and do it !

Perumpamaan Tuhan Yesus ini kemudian diakhhiri dengan pertanyaanNya kepada ahli Taurat, Siapakah diantara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ketangan penyamun itu? Kalau kita dihadapkan pada situasi demikian pastilah kita juga akan dibingungkan, kita berharap mendapat jawaban dari bertanya malah ditanya balik tentang siapakah sesama manusia itu? Kalau kita perhatikan maka pertanyaan yang Tuhan Yesus lontarkan pada si ahli Taurat sangat signifikan karena pertanyaan tersebut sekaligus mengoreksi pradigma si ahli Taurat tentang "Siapakah sesama manusia" , bahwa Sesama manusia merupakan subyek, namun menjadi sesama manusia menjadi tindakan nyata.

Tuhan Yesus menyatakan bahwa sesama manusia bujkan sekedar teori atau definisi tetapi sesama manusia lebih menunjuk pada praktek nyata yang kita lakukan pada orang lain. Sesama manusia bukanlah berbicara hal teoritis tapi hal praktis dalam tindakan riil yang nyata. Sesama manusia bukan identitas, namun arti sesama manusia merupakan pernyataan kasih. Sesama manusia berbicara tentang kasih bukan manipulasi, berbuat baik demi untuk mendapat keuntungan. Hati yang digerakkan oleh belas kasihan itulah yang membuat kita menjadi sesama bagi otang lain, Tuhan memberkati.